Menelusuri Jejak Tentara Jepang di Sabang
Lautan Sabang adalah pintu masuk ke Selat Malaka. Tampak jauh di lepas laut, sesekali kapal tanker atau kapal bermuatan kontainer lewat.
Bisa dibayangkan, dulu saat Perang Dunia 2 yang lewat baccarat online adalah kapal-kapal perang Amerika dan sekutunya.
Meriam jenis coastal defense milik Jepang tersebut menembakkan peluru ke arah kapal-kapal itu agar mereka tak memasuki Selat Malaka sebagai pintu masuk kawasan Asia Tenggara, Kawasan yang di akhir Perang Dunia 2 dikuasai Jepang.
Sejarah Sabang tak bisa terlepas dari sejarah kolonial Portugis, Belanda, hingga Jepang di Perang Dunia 2.
Pada 12 Maret 1942 pukul 00:00, dengan sandi “Operation T”, satu batalyon Divisi Darat Kobayashi Kekaisaran Jepang, mendarat di Sabang.
Dalam kurun waktu 1942 – 1945, Sabang menjadi pangkalan angkatan laut Jepang yang besar untuk menghadapi sekutu.
Tak heran jika di Pulau Weh banyak sekali peninggalan militer Jepang. Ada bunker-bunker yang sebagian masih bisa dikunjungi, bekas benteng, bahkan bekas lokasi pembantaian yang memilukan.
Beberapa bunker dan benteng yang masih terawat dan mudah bisa dikunjungi adalah Benteng Anoi Itam di Kawasan Anoi Itam dan bekas benteng di kawasan Sabang Fair.
Sabang Fair tepat berada di pinggir pantai yang menghadap ke mulut Teluk Sabang, sisi utara Pulau Weh.
Di deretan pantai itu, tepatnya di sisi sebelah kiri ada Pelabuhan Sabang. Ada bekas ruang meriam dan amunisi. Sayangnya, laras-laras meriam itu sudah tidak berada di bunkernya, tapi dipindahkan ke halaman Sabang Fair.
Berjalan ke arah selatan melalui jalan aspal mulus, sekitar setengah jam (kurang lebih 12 kilometer), kita akan sampai di Benteng Anoi Itam. Benteng ini lokasinya sangat strategis.
Letaknya di puncak tebing tepi pantai, menghadap ke mulut Selat Malaka dari arah Laut Andaman.
Ada beberapa bunker tempat menyimpan amunisi dan sebuah bunker atau benteng pertahanan dengan sebuah meriam coastal defense.
Jejak Tentara Jepang di Sabang
Sayangnya, meriam itu sudah tidak utuh, hanya tinggal larasnya saja. Untuk mencapai tempat ini, kita harus naik tangga. Bunker pertama ada di sebelah kanan tangga.
Sekitar 10 meter, di atas sisi sebelah kiri, ada bunker amunisi di dalam dinding batu. Pintu bunkernya membelakangi pantai, jadi sangat terlindung dengan memanfaatkan dinding batu alami. Menyusuri jalan setapak, di ujungnya tampak pintu masuk di bagian belakang bunker meriam.
Lokasi jejak sejarah itu cukup terawat. Lahan parkir yang luas dengan beberapa gazebo di tepi pantai ada di sebelahnya.
Ada pula bangunan sebagai pusat informasi lokasi wisata sejarah. Hanya ada satu penjual makanan dan minuman ringan. Mungkin, lebih banyak jika saat akhir pekan atau musim liburan.
Tak hanya berwisata sejarah, menikmati pantai dari atas tebing di sekitar bunker meriam tadi juga bisa jadi alternatif pilihan. Ada beberapa tempat duduk setengah lingkaran terbuat dari semen.
Selain peninggalan bunker dan benteng, ada lagi peninggalan sejarah yang memilukan. Dari Benteng Anoi Itam kembali ke Sabang Fair lalu ke arah selatan melewati jalan Cut Nyak Dhien.
Sekitar 10 kilometer (18 menit perjalanan dengan mobil) menyusuri jalan aspal mulus, di sisi sebelah kanan ada tugu prasasti. Lokasi tugunya memang mudah terlewat. Hanya ada papan nama kecil yang dipasang di depan di pintu pagar yang terbuat dari besi BRC.
Namanya Tugu Pemancungan Batee Shoek. Tugu setinggi kurang lebih 3 meter itu tampak tidak terawat. Karena berada di kebun penduduk, maka tak heran jika dasar tugu seluas kurang lebih 6 x 5 meter ini sering dipakai untuk menjemur kayu bakar atau hasil kebun penduduk.
Bangunan tugu di Kelurahan Keneukai, Batee Shoek, Sukakarya dibangun untuk mengenang pembantaian orang-orang Sabang (konon juga ada orang-orang sisa pasukan Sekutu) oleh tentara Jepang pada 1944. Mereka dieksekusi karena dianggap sebagai mata-mata sekutu dan membahayakan Jepang.
Para korban pembantaian ini, konon dikubur dalam lubang yang lokasinya di bawah tugu ini. Ada 21 nama yang tercantum di prasasti di sebelah tugu ini. Tak heran jika banyak yang menganggap lokasi wisata sejarah ini cukup mistis.
Selain tiga peninggalan di atas, masih banyak jejak-jejak pendudukan Jepang di Sabang. Itu semua bisa jadi pilihan alternatif wisata saat berada di Sabang.