Motif Kain di Arca Ini Mirip Ukiran Rumah Gadang
JIKA Anda berkunjung ke kompleks Candi Muarajambi di Provinsi Jambi, masuklah ke museum yang berisi aneka temuan menarik peninggalan kebesaran kerajaan era Hindu-Buddha di tepi sungai Batang Hari itu.
Di sana, ada sebuah patung atau arca perempuan tanpa kepala yang mirip arca Ken Dedes peninggalan Kerajaan Singasari abad ke-13 yang ditemukan di Malang, Jawa Timur dan kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Kedua arca ini disebut arca Prajnaparamita. Perbedaan kondisi arca ini, jika arca perwujudan Ken Dedes dalam kondisi utuh, termasuk “sandaran” di belakangnya, arca Prajnaparamita di Muarajambi ini tidak memiliki sandaran dan bagian kepala serta kedua lengan bagian bawahnya tidak ditemukan.
Prajnaparamita dalam ajaran Buddha adalah Dewi Kebijaksanaan agen play1628. Pada arca, sikap tangan terlihat sedang “dharmacakramudra” atau memutar roda dharma. Dewi kebijaksanaan duduk di atas lapik tertutup kain panjang dengan sikap kaki padmasana, kaki disilangkan dan telapak kaki kanan menghadap ke atas.
Arca Prajnaparamita ditemukan di Candi Gumpung, candi pertama yang dipugar di kompleks percandian Muarajambi. Meski diduga sezaman dengan era Singasari, namun peneliti situs Muarajambi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo berpendapat, arca Muarajambi ini tidak didatangkan dari Jawa.
Motif Kain Arca Mirip Ukiran Rumah Gadang
“Meski sama namun memiliki perbedaan, perbedaan ini mengindikasikan bahwa arca tersebut dibuat lokal, mungkin di Muarajambi,” katanya.
Kelokalannya, kata Bambang, tampak dari Prajnaparamita Muarajambi lebih langsing dan pakaian yang dikenakannya lebih raya dengan lipatan-lipatan.
Nah, ukiran motif kain penutup tubuh bagian bawah arca ini sangat menarik, karena indah dan halus. Paling mengejutkan, motif kain dan sabuk tersebut mengingatkan saya pada dua motif tradisional Minangkabau yang sering terukir di Rumah Gadang kuno.
Pertama adalah motif yang bernama “Aka Cino”. Motif ini terukir di kain sabuk arca ini. Bagi orang Minang motif aka cino memiliki pengertian akar Cina atau bisa juga “akal Cina” adalah akar yang tumbuh panjang tanpa putus yang bermakna akal pikiran yang panjang untuk mencari makan. Kata “Cino” bermakna peniruan terhadap keuletan orang Cina dalam perdagangan.
Nama motif mencontoh kepada etnis Cina tersebut, selama ini menjadi teka-teki, kapan dan dari mana asalnya etnis Minangkabau kuno bisa meniru orang Cina. Sebab motif yang dipakai di Minang ini dipastikan jauh lebih lama dari kedatangan orang Cina yang berdasarkan catatan sejarah masuk ke Sumatera Barat dari pesisir barat seperti Pariaman dan Padang.
Salah satu dugaan adalah asal motif ini dari Muarajambi? Pengaruh dan kehadiran orang Cina di Muarajambi terlihat dari banyak temuan di sekitar candi. Bahkan salah satu bekas candi yang tidak bisa dipugar karena rusak parah dinamakan “Candi Cina”, karena di sana terdapat kuburan orang Cina.
Ini sangat memungkinkan, karena diduga kompleks Candi Muarajambi adalah bekas Kerajaan Malayu yang kemudian pada abad yang lebih muda pindah ke Dharmasraya di bagian hulu sungai Batang Hari.
Kemudian abad yang jauh lebih muda lagi di era Adityawarman dipindahkan ke Pagaruyung sebagai pusat Minangkabau. Semuanya masih dalam era agama Hindu-Buddha,spesifiknya Buddha Mahayana. Artinya, sebelum Islam masuk ke Ranah Minang dan Jambi.
Selain motif aka cino, juga ada motif “daun bodi”. Pada ukiran di kain arca, daun bodi bagian dari hiasan di tengah ornamen bulatan. Sedangkan di rumah gadang kadangkala dibuat tunggal di tiang atau bagian tengah ornamen dinding. Nama motifnya adalah “daun bodi”.
Bodi adalah inti dari ajaran Buddha. Bahkan arca Prajnaparamita disebut sebagai perwujudan Bodhisattadewi atau boddisattwa wanita.